Kamis, 10 November 2016

Catatan Kecil Sang Petualang "Melihat Kebaikan"


Bagaimanakah perasaan kita ketika melihat kebaikan? Apakah akan bahagia ataukah akan bersedih? Lumrah manusia ketika melihat kebaikan dia akan berbahagia. Tak ada satu pun kebaikan yang membuat manusia bersedih.  Namun, sangat disayangkan kebanyakan manusia lebih senang melihat kebaikan daripada berbuat kebaikan.

Jika dengan melihat kebaikan, kita akan merasakan kebahagiaan. Apalagi jika berbuat kebaikan tentu akan lebih lagi kebahagiaan yang akan dirasakan. Kebaikan itu indah sehingga enak untuk dipandang. Kebaikan itu pun mudah sehingga ringan untuk dilakukan. 

Selama ini mungkin kita hanya berada pada posisi melihat kebaikan belum memasuki posisi berbuat kebaikan.  Contoh mudahnya, ketika kita melihat seorang anak membuang sampah pada tempatnya. Kita akan merasakan bahagia melihat kejadian tersebut. Namun, pada diri kita kebiasaan membuang sampah tersebut belum tertanam sehingga belum bisa melakukannya laksana anak kecil yang dididik sejak dini.

Lihatlah kebaikan agar kita termotivasi untuk selalu berbuat baik. Dengan melihat kebaikan setidaknya menutup kemungkinan mata ini tidak melihat keburukan. Tapi, jika mata ini tak diperlihatkan pada kebaikan maka keburukanlah yang akan dilihatnya.

Diluar sana banyak orang berlomba-lomba berbuat kebaikan sebab mereka tahu dengan kebaikan itu mereka akan memperoleh kebahagiaan yang mereka cari selama ini. Kebahagiaan yang muncul pada kebaikan akan sangat berbeda dengan kebahagiaan yang muncul karena keburukan. Kebahagiaan yang muncul karena keburukan hanya beberapa saat, tak lama kemudian kebahagiaan itu akan pergi dari keburukan.  Sedangkan kebahagiaan yang muncul karena kebaikan, ia akan bertahan lama. Sebab, sahabat sejati dari kebahagiaan itu adalah kebaikan. Mereka berdua akan senantiasa bersama dan bergandengan tangan tatkala mereka menghinggapi seorang insan.

Kebahagiaan ada disaat kebaikan ada dan kebaikan pun ada dikala kebahagiaan ada. Begitu pula dengan keburukan, kesedihan ada dikala keburukan ada dan keburukan ada disaat kesedihan ada.

Kita sebagai manusia dianjurkan untuk selalu optimis untuk melakukan kebaikan karena kebaikan itulah yang akan menghantarkan manusia pada kebahagiaan.  Selama ini kita tak menyadari bahwa kebahagiaan itu ada pada kebaikan. Oleh sebab, tak menyadari itu kita mencari kebahagiaan pada keburukan. 

Setelah mencari kebahagian pada keburukan, kebahagiaan pun diperoleh sesaat, sesaat kemudian kebahagiaan kabur. Kebahagian tak akan pernah betah berlama-lama dengan keburukan. Manusia kehilangan kebahagiaan dari keburukan kemudian berbuat buruk kembali demi mendapatkan kebahagiaan, memperoleh kebahagiaan sesaat, hilang. Berbuat keburukan kembali. Berputar terus menerus hingga hari akhir.

Sungguh bahagia melihat orang yang berbuat kebaikan.  Dengan kebaikan itu dia memperoleh kebahagiaan. Karena tahu kebaikan mendatangkan kebahagiaan kemudian dia berbuat kebaikan kembali agar kebahagiaan menghampiri kembali. Begitu terus-menerus berputar tak terhenti.

Kebahagiaan itu dekat. Ada di dalam diri masing-masing manusia. Dengan berbuat baik. Kebahagiaan akan muncul secara tak disadari maupun disadari. 

Lihatlah kebaikan orang lain, jika diri ini belum mampu untuk berbuat kebaikan. Pada saat melihat kebaikan orang lain. Kita belajar untuk berbuat kebaikan pula agar tertular untuk berbuat kebaikan.

Mata ini sebagai sarana untuk memperoleh contoh yang baik dari berbuat kebaikan. Maka dari itu, kita dianjurkan untuk melihat hal-hal yang baik agar hal-hal yang baik itu akan dilakukan.  Dari mata yang terbiasa melihat kebaikan, hati dan otak pun akan terprogram untuk melaksanakan kebaikan-kebaikan. Sebaliknya, jika mata ini terbiasa melihat keburukan maka keburukan pun terprogram pada otak dan hati  manusia.

“Sinar yang paling berbahaya”, ucap seorang guru besar Farmasi menjelaskan “adalah sinar mata”. Dari sinar mata itulah yang akan memberikan bekas pada hati dan otak manusia.

Biasakanlah mata ini untuk melihat kebaikan agar bekas kebaikan itu berbekas dan lama-kelamaan akan mengendap di dalam otak dan hati sehingga endapan itu akan menggerakkan hati dan otak pemiliknya untuk berbuat kebaikan pula.

Apa yang kita lihat itulah yang sering kita lakukan. Jika kebaikan sering dilihat maka kebaikan pula yang akan diperbuat. Jika keburukan lebih banyak dilihat maka keburukan pula yang lebih sering dilakukan.

Kebaikankah atau keburukankah yang akan dilihat? Jika kita mengetahui bahwa kebaikan akan berujung pada kebahagiaan dan keburukan akan bermuara pada kesedihan. Tentu, kita akan memilih kebaikan. Kebaikan yang dilihat serta kebaikan yang dilakukan.

Tak cukup hanya sekedar melihat kebaikan. Alangkah indahnya, jika kebaikan yang dilihat kemudian dilakukan sebagai bentuk amalan ataupun rutinitas sehari-hari. Rutinitas kebaikan  itulah yang akan menjadikan diri  manusia bahagia melalui hari-hari dengan berbagai persoalan yang hilir mudik menyapa.

Lihatlah kebaikan sebagai wujud rasa syukur manusia yang telah dikaruniakan mata untuk dipergunakan pada hal-hal yang baik. Bukan sebaliknya, pada hal-hal yang buruk itu sama halnya mengingkari mata yang telah diberikan dengan sempurna kepada setiap manusia.

Bermula dari mata kebaikan masuk, kemudian perlahan-lahan akan menempel di otak dan hati. Selanjutnya, karena tempelan kebaikan itu manusia akan bergerak untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang akan memberikan kebahagiaan bagi dirinya. Kebahagiaan yang sangat diidam-idamkan oleh setiap insan yakni kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.

Berbagi Ceria Lewat Cerita




Rabu, 09 November 2016

Catatan Kecil Sang Petualang "Pahlawan Sesungguhnya"


Tak disadari selama ini kita lupa, lupa bahwa pahlawan sesungguhnya adalah diri kita sendiri. Diri yang dibawa pada perjuangan mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini. Diri ini pula yang berjuang sebelum lahir ke dunia sebagai sel sperma yang mampu bertahan hingga membuahi sel ovum. Dari itu maka terbentuklah embrio.

Perjuangan itu diawali sejak sebelum manusia dilahirkan. Sesudah dilahirkan pun, perjuangan masih tetap berlanjut. Berjuang untuk bisa berbicara, mendengar, bergerak, berdiri dan semua yang dilakukan oleh sang bayi sesudah dilahirkan.

Sel sperma berjuang, bayi berjuang. Sekarang? Menginjak anak-anak, remaja, dewasa bahkan tua. Perjuangan itu terus berkelanjutan tanpa henti.

Perjuangan akan terhenti saat nafas ini tak mampu lagi ditarik atau ketika tidak bisa lagi dihembuskan. Itulah perjuangan yang dilakukan oleh pahlawan. Bukan hanya berjuang melawan penjajah. Tapi sebenarnya, berjuang melawan diri sendiri dan hawa nafsu merupakan sisi dari pahlawan yang ada di dalam diri manusia.

Lihatlah.. Di luar sana, masih banyak orang atau bahkan kita sendiri yang belum mampu melawan diri dan hawa nafsu dari berbuat keburukan. Diri ini berkubang pada lumpur keburukan yang tiap hari semakin menumpuk tanpa disadari.

Perjuangan melawan diri memang memerlukan tenaga, biaya, pikiran dan perasaan yang sangat kuat. Melawan diri untuk tidak berbuat keburukan perlu perjuangan. Sama halnya saat berjuang diri untuk berbuat kebajikan. Keduanya memerlukan perjuangan yang tidak sedikit dan singkat.

Apalagi melawan hawa nafsu yang liar. Ibarat binatang, hawa nafsu itu perlu diikat agar tidak liar. Jika liar maka inilah perjuangan yang harus dilakukan oleh manusia untuk melawannya. Berjuang melawan hawa nafsu bukan berarti membunuh atau menghilangkannya tapi mengendalikannya ‘diikat’. Jika hawa nafsu dibunuh atau dihilangkan maka hawa nafsu untuk berbuat kebaikan pun akan leyap. Sebab, hawa nafsu tidak hanya membawa pada keburukan tapi juga menuntun pada kebaikan. Asalkan, ia dikendalikan dengan arif dan bijaksana.

Perjuangan ini belum usai, sebab diri sendiri dan hawa nafsu akan selalu membersamai manusia hingga tutup usia. Setiap hari manusia akan tetap terus berjuang untuk menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya.

Kitalah pahlawan yang sesungguhnya. Kita pulalah yang akan memperjuangkan diri kita masing-masing kelak di masa depan baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Manusia akan dicap sebagai pahlawan manakala dia mampu untuk melawan dirinya dari buat keburukan dan mengendalikan hawa nafsunya dari kejelekan yang akan berujung pada penyesalan.

Menjadi pahlawan bagi diri sendiri. Itulah kunci awal untuk mampu menjadi pahlawan bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara bahkan dunia.

Tak ada kata terlambat untuk berubah. Berubah menjadi sosok manusia yang lebih baik. Berubah menjadi insan yang berusaha istiqomah dalam jalan kebenaran. Berubah menjadi diri yang bisa memberikan manfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

Pahlawan sesungguhnya adalah aku. Diri aku sendiri. Sebab, perubahan besar tak akan pernah terjadi jika aku tak bisa memperjuangankan diriku sendiri.

Yogyakarta, 10 November 2016

Berbagi Ceria Lewat Cerita

Aulia Rahim


Copyright @ 2013 AULIA RAHIM.